FF YAOI / YeWook / Sacrifice / OneShoot

Note : Typos, bahasa kacau, membingungkan, aneh, geje, dan lain sebagainya. 

Disclaimer : Sacrifice (c) KeN

Cast : Kim Yesung - Kim Ryeong
Cho Kyuhyun - Lee Sungmin

Genre : ANGST dicampur beberapa bumbu penyedap rasa FLUFF

RULES (wajib baca) : 1. Tag FB dilakukan secara random, jadi yang ga suka langsung TUTUP TAB INI dan DILARANG BASH!!!!; 2. DILARANG COPAS, yang bandel gw sumpahin ga bisa bikin fic lagi seumur hidup!!!; 3. WAJIB MENINGGALKAN JEJAK DALAM BENTUK APAPUN!! 

Happy read

--------------------------------------------------------------------------------------------

Ryeowook menggeliat saat Yesung menghirup aroma lehernya. Menciptakan sensasi menggelitik dan lembab saat nafas Yesung menyapu titik sensitif di sana.

Hyuuu~ng…” desah Ryeowook manja saat Yesung mulai meningkatkan aktifitasnya.

Hnn?” respon Yesung tanpa menghentikan hirupan di leher namja manis dalam dekapannya.

A—aku sedang masak.” Ryeowook memberontak halus.

Lalu?” Dan semakin Ryeowook memberontak, dekapan Yesung makin mengerat. Mengisyaratkan dia tidak ingin namja yang sudah diklaim menjadi miliknya itu melarikan diri untuk kesekian kalinya.

Bisakah…”

Tidak bisa.” Interupsi Yesung yang sepertinya tahu Ryeowook memintanya untuk bersabar sampai prosesi memasak selesai.

Dan tangan kiri Yesung terulur ke depan badan Ryeowook, mematikan kompor gas sementara tangan kanannya menarik tangan kiri Ryeowook. Membuat namja manis itu menghadap padanya. Dan yesung bisa melihat bagaimana wajah namja manis itu memerah sempurna. Ia tersenyum saat Ryeowook tertunduk malu untuk menghindari kontak mata dengan Yesung.

Apa yang kau cari di bawah?” Yesung menaikkan dagu Ryeowook dan membuat wajah namja itu menghadap padanya.

Hyung, bagaimana kalau yang lain melihat?”

Bukannya Eunhyuk dan Donghae sering seperti ini?” Yesung sedikit memajukan bibirnya, mulai risih dengan penolakan sang uke.

Tapi…hmmph!” Dan dengan segera Yesung membungkam bibir mungil itu dengan bibirnya.

Ryeowook memberontak lagi saat Yesung sedikit kasar menekan bibirnya. Namun sepertinya Yesung tahu Ryeowook tidak nyaman dengan perlakuannya. Jadi ia sedikit melunakkan permainan.

Ryeowook memejamkan mata makin rapat saat merasa bibir bawahnya tersapu lidah kasar Yesung. Ia mengangkat tangannya menyusuri kedua lengan kekar Yesung. Dicengkeramnya lengan baju Yesung saat ia membuka sedikit bibirnya dan dengan cepat lidah Yesung mengeksplorasi lebih jauh di rongga hangat itu.

Engghh…” erang Ryeowook tertahan.

Yesung merengkuh tubuh kecil itu makin erat. Mengurangi getaran tubuh Ryeowook yang menggigil karena ulahnya. Tapi bukan salahnya kalau dia sampai seperti ini.

Bukannya Ryeowook tidak pernah mau melakukan hal-hal mesra dengannya. Di atas panggung, mereka terkadang memberikan fanservice kepada fans. Namun sekali lagi, itu cuma fanservice, sesuatu yang sepertinya sudah menjadi keharusan untuk dilakukan demi menyenangkan fans, tapi tidak menyenangkan hati mereka. Meskipun Ryeowook dijuluki sebagai salah satu member yang cukup jahil di Super Junior, nyatanya ia tetap malu jika berhadapan dengan Yesung yang sebenarnya sebagai seorang namja.

Ryeowook jarang mengijinkan Yesung menyentuhnya. Ia pasti selalu punya alasan untuk menghindar jika Yesung sudah memberikan sinyal-sinyal ingin memilikinya. Dan entah kenapa Yesung tidak pernah tidak membiarkannya pergi. tapi tidak untuk kali ini saat apa yang diinginkannya sudah tidak dapat dibendung lagi.

Yesung semakin memperdalam ciuman mereka. Kali ini ia tidak akan membiarkan namja yang sedang terbuai rayuannya ini melarikan diri. Tidak saat kesempatan kali ini berhasil didapatkannya.

Ryeowook-ah, masalah yang tadi…” Sungmin, yang menghampiri Ryeowook ke dapur, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya saat memasuki dapur dan mendapati pemandangan yang membuatnya sedikit ternganga.

Sepertinya baik Yesung maupun Ryeowook tidak menyadari kedatangan Sungmin. Mereka masih sibuk saling lumat. Menghasilkan suara decakan saat saling bertukar ludah. Bahkan Ryeowook sudah terlihat tidak canggung lagi. Kedua lengannya melingkari leher Yesung untuk menjaga agar bibir mereka tetap bertautan.

Hyung? Wae geurae?” Kyuhyun, yang baru bangun, menyenggol lengan Sungmin sambil menggaruk rambutnya. Gestur setiap bangun tidur.

Sssttt..” Sungmin menempelkan telunjuk ke bibir Kyuhyun tanpa mengalihkan pandangan pada objek yang ada dapur.

Kyuhyun mengernyit sambil menjauhkan telunjuk Sungmin. Dia memandang ke arah mana hyung-nya itu melihat. Dan saat tahu apa yang sedang dilihat Sungmin, alih-alih ikut menjaga ketenangan lalu ikut mengintip, ia malah melangkah santai masuk dapur dan membuat Sungmin terbelalak.

Kyu!” panggil Sungmin dalam bisikan keras.

Tapi yang dipanggil tidak peduli dan tetap melangkahkan kaki ke arah dapur. Sungmin bergegas menyusul dan menarik lengan roommate-nya itu.

Waeee~?” tanya Kyuhyun protes.

Dan suara Kyuhyun –yang sepertinya memang sengaja dikeraskan— itu membuat pasangan yang tengah bercumbu di dapur menoleh kaget. Terutama sang namja manis, Ryeowook yang mukanya langsung memerah menyadari apa yang ia lakukan bersama sang kekasih kepergok.

Ehehehehe,” Sungmin tersenyum salah tingkah dan memaksa. “Annyeong, Hyung! Annyeong, Ryeowookie!”

Bukannya menjawab, Ryeowook langsung berlari kecil menuju kamar mandi dengan muka yang sepertinya akan berasap saking merah matangnya.

Ketiga namja yang tertinggal di dapur –Yesung, Kyuhyun, dan Sungmin— hanya menatap kepergian Ryeowook dengan ekspresi masing-masing. Yesung dengan ekspresi kecewanya, Kyuhyun dengan inosennya, dan Sungmin dengan tampang bersalahnya.

Ah, Hyung…mian..” kata Sungmin yang menoleh ke arah Yesung.

Yesung sedikit cemberut mendelik pada pasangan yang baru saja menghancurkan momen indahnya itu. Sementara Kyuhyun hanya bersiul ringan sambil melenggang ke lemari es untuk mengambil air putih.

Dan dengan sedikit menghentak, Yesung menyusul kemana Ryeowook pergi. Entah untuk melanjutkan aktifitas yang tertunda atau hanya sekedar mengetuk pintu dan mengiba pada sang uke untuk kembali bermain asmara.

.:oOo:.

Ne, Appa.” Ryeowook menarik kursi untuk didudukinya.

Malam itu mendadak ia sangat rindu dengan rumah. Jadi dia menelepon kedua orang tuanya. Namun sayang sang ibu sedang keluar, sehingga Ryeowook hanya bisa berbincang dengan sang ayah. Awalnya pembicaraan bermula dengan hal-hal ringan seperti menanyakan kabar dan ayah Ryeowook menanyakan apakah Ryeowook menjaga pola makan di dorm. Namun lama kelamaan, pembicaraan menuju ke arah yang lebih serius saat sang ayah sempat mendengar ada yang menyebut-nyebut bahwa putra semata wayangnya itu akan menikah.

Meski ayah Ryeowook yakin itu kabar burung, mengingat anaknya yang belum pernah menceritakan tentang gadis manapun, tapi ayah Ryeowook benar-benar berharap setidaknya anaknya itu mulai melirik seorang gadis saat ini.

Appa tidak akan menyuruhmu segera menikah atau apa,” Terdengar suara bijaksana ayah Ryeowook di ujung lain. “Appa tahu bagaimana kontrakmu dengan management.”

Ryeowook menunduk dan memainkan kakinya.

Tapi ingat juga umurmu. Sudah saatnya kamu menjalin hubungan khusus dengan seseorang kan?!” kata ayah Ryeowook lagi.

Ryeowook makin menunduk dan menggigit bibirnya. Dalam hati ia berkata, aku juga sedang menjalin hubungan, Appa.

Tapi bagaimana mungkin dia mengatakan itu pada ayahnya sementara hubungan yang ia jalin sekarang ini terlarang. Tidak, mungkin baginya. Tapi bagi orang lain, hubungan yang saat ini dijalinnya dengan –tentu saja— rekan kerjanya, Yesung, adalah hubungan tabu.

Apa yang akan ayahnya katakan jika Ryeowook mengaku? Dan di atas itu semua, bagaimana pandangan orang-orang di luar sana tentang keluarganya kalau sampai berita ini meluas?

Ryeowook-ah? Kau masih di situ?” tanya sang ayah saat Ryeowook tidak juga menjawab.

Ah, ne! Ne…Appa.” Ryeowook buru-buru menjawab.

Terdengar sang ayah menghela napas di ujung telepon. “Maaf kalau Appa bicara yang tidak-tidak.”

Anni..anni,” Ryeowook menggeleng kecil. “Gwaenchana, Appa.”

Sang ayah tersenyum. “Yahh, sekarang ini memang yang jauh lebih penting adalah karirmu.”

Ryeowook lagi-lagi tidak menjawab. Ia tahu ayahnya itu sedang berusaha mengalihkan topik pembicaraan, dan Ryeowook sama sekali tidak merasa lega. Jadi ia terpaksa mengubah suaranya agar terdengar riang seperti biasanya.

Ne. Saat ini kami sedang mengurus World Tour yang diinginkan Leeteuk-hyung, Appa.”

Ya,” Sang ayah menjawab. “ Jaga kondisimu.”

Iya. Gomawo, Appa.”

Sang ayah kembali tersenyum bijak. “Harusnya Appa yang berterima kasih karena kamu sudah menelepon ke rumah.”

Ryeowook merasa matanya sedikit basah. Rasanya memang selalu seperti ini saat menelepon ke rumah. Kangen sekali. Tapi mau bagaimana lagi? Karir ini sudah Ryeowook pilih, dan mau tidak mau ia harus menghadapi konsekuensinya.

Ne, Appa. Titip salam untuk Umma kalau sudah pulang nanti.”

Jangan khawatir,” Sang ayah menerawang. Membayangkan tengah mengelus puncak kepala putra semata wayangnya itu. “Akan Appa sampaikan nanti.”

Ya sudah. Aku tutup dulu teleponnya.” Ryeowook mengusap sudut matanya dari airmata.

Iya.”

Selamat malam, Appa. Saranghae.”

Nado saranghae, nae aegi.”

Aku bukan bayi, Ayah.” Ryeowook tertawa kecil.

Ne, ne,” Ayah Ryeowook ikut tertawa. “Sudah, tutup teleponnya.”

Ne. Jaljjayo.”

Jaljja.”

Ryeowook memindahkan telepon dari telinganya dan menekan tombol untuk memutus kontak. Ia memandangi layar ponselnya yang sudah menggelap. Memikirkan kalimat ayahnya tadi.

Sudah selesai teleponnya?”

Ryeowook memutar duduknya dan menemukan Yesung berdiri menyandarkan diri di kusen pintu yang terbuka dengan dua tangan di saku celananya, tengah tersenyum padanya.

Ryeowook tersenyum. “Sudah. Tapi tadi cuma ada Appa di rumah. Umma sedang pergi.”

Hnn,” Yesung mengangguk sambil mendekat. Lalu ia duduk di ranjangnya. “Appa apa kabar?”

Baik,” jawab Ryeowook. “Setidaknya aku dengar dari nada suaranya.”

Yesung mengangguk lagi. “Tadi membicarakan apa?”

Ryeowook terdiam. Ia hanya menatap Yesung yang kini tengah merapikan ranjangnya dari buku-buku. Mana mungkin ia mengatakan pada hyung-nya itu apa yang dia bicarakan dengan ayahnya tadi?

Yakk, kenapa malah melamun?” Yesung menghentikan gerakan tangannya saat menyadari Ryeowook menatapnya lekat.

Ah, anni,” Ryeowook menggeleng lalu berdiri. “Tadi…Appa…titip salam untukmu, Hyung. Sudah ya?! Aku mau menemui Sungmin-hyung dulu.”

Yesung hanya bisa heran menatap Ryeowook yang buru-buru meninggalkan kamar mereka. Tapi Yesung tidak bisa menghentikan namja manis itu.
.
.
.
.
Hyung…” panggil Ryeowook saat sampai di depan pintu kamar Sungmin –dan Kyuhyun— yang terbuka.

Dua namja di dalam kamar yang sedang asyik memainkan Starcraft bersama, Kyuhyun dan Sungmin –tentu saja—, menoleh pada Ryeowook dengan segera. Dan saat melihat raut muka eternal magnae itu, Sungmin segera tahu ada yang tidak beres. Jadi dia dengan cepat menyudahi permainan yang baru-baru ini menyita perhatiannya itu.

Kyu,” Sungmin menoleh pada Kyuhyun. “Bisa lanjutkan di luar?”

Hah?” Kyuhyun langsung protes. “Kalian mengusirku?”

Sungmin menghela napas menghadapi evil magnae satu ini. “Bukan mengusir, Kyu. Lagi pula mau di dalam atau di luar kau kan masih bisa main.”

Kyuhyun merengut. Dia mengangkat laptop dan seluruh perkakas pentingnya –untuk bermain Starcraft— dan meninggalkan ruangan.

Maaf, Kyuhyun-ah.” Ujar Ryeowook saat evil magnae itu melewatinya.

Gwaenchana,” Masih setengah merengut Kyuhyun berhenti sebentar dan menoleh. “Toh Sungmin-hyung memang selalu menomorsatukanmu dari pada aku.”

Kyu!” Sungmin memberikan peringatan pada panggilannya.

Iya, iya. Aku keluar!” Dan makin merengut Kyuhyun meninggalkan kamar tak lupa dengan sebal menutup pintu.

Ryeowook tersenyum kecil di wajah sedihnya ke arah pintu yang menutup.

Ada apa?” Sungmin tanpa basa-basi bertanya.

Ryeowook menoleh ke arah Sungmin. Ia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang ditinggalkan Kyuhyun tadi.

Rasanya memang antara aku dan Yesung-hyung akan sedikit sulit dijalani.”

.:oOo:.

Pagi itu penghuni dorm lantai 12 turun ke bawah untuk sarapan bersama-sama. Sampai-sampai meja makan di dorm bawah butuh kursi tambahan untuk membuat 9 anggota Super Junior yang tersisa itu duduk mengelilingi meja.

Kenapa kalian tidak lakukan ini di dorm kalian sendiri, sih?” Dance machine, Eunhyuk, protes.

Memangnya kenapa? Kan kita sudah seperti keluarga.” Donghae memasukkan sesumpit sayur kimci ke mulutnya.

Dan seperti yang bisa kita bayangkan, dorm bawah saat itu penuh hiruk-pikuk 9 namja yang saling berebut makanan. Masing-masing tidak ada yang mengalah dan selalu ada permainan untuk menentukan siapa yang akan mencuci semua perabotan kotor.

Hari ini, mereka memilih permainan sederhana dan kekanakan yang sudah sangat sering digunakan, batu-kertas-gunting. Dan suara gegap gempita tak lama kemudian terdengar saat Ryeowook sukses kalah dari ketujuh hyung dan satu dongsaengnya. Tanpa protes seperti biasanya ia mengangkut piring-piring yang kotor ke wastafel, dan tentu saja hal ini menarik perhatian Yesung yang merasakan perubahan Ryeowook beberapa hari ini. Dengan cepat ia berdiri dari kursinya dan mendekati Ryeowook yang tengah mengairi piring-piring kotor yang dibawanya tadi.

Ne,” panggil Yesung yang membuat Ryeowook terlonjak. “Gwaenchana?”

A…apa, Hyung?” Ryeowook spontan menjauhkan dirinya dari Yesung yang mendekatinya.

Kau sakit?” tanya Yesung sambil berbisik agar dongsaeng dan hyungnya yang masih ramai di meja makan tidak menemukan mereka sedang berbicara sehingga menimbulkan kegaduhan.

A…aku…tidak.” Ryeowook menghindar.

Namja manis itu kembali ke meja makan, meninggalkan Yesung yang hanya bisa mengikui setiap gerakan Ryeowook dengan bingung.

Kau ada masalah?”tanya Yesung lagi saat Ryeowook kembali ke wastafel, kali ini dengan beberapa mangkung putih kotor sisa sup.

Anni, Hyung,” Ryeowook menghindari kontak mata dengan Yesung dan mengairi mangkuk-mangkuk tadi. “Minggirlah sebentar, aku harus mencuci semua ini.”

Kau menghindariku kan?!” todong Yesung.

Dan Yesung melihat gerakan tangan Ryeowook langsung terhenti. Namun Ryeowook hanya melirik Yesung sebentar dan kembali berwajah kalem, meneruskan pekerjannya.

Untuk apa aku menghindarimu, Hyung?” tanya Ryeowook balik.

Yesung mengamati tampak samping kekasihnya itu. “Ini ada hubungannya dengan telepon dengan ayahmu tempo hari?”

Aku tidak apa-apa, Hyung,” Ryeowook menarik tangan Yesung kemudian mendorong yesung kembali ke meja makan. “Jadi sana kembali duduk dan minum dengan tenang bersama yang lain.”

Yesung menuruti kata-kata Ryeowook sekalipun matanya tidak bisa lepas dari punggung namja yang kembali berkutat dengan pekerjannya. Dan tak jauh dari Yesung, sepasang mata rubah ikut memperhatikan, mata cantik milik Sungmin.

Jangan khawatir,” kata seseorang yang duduk di sebelah Sungmin. “Mereka akan baik-baik saja.”

Sungmin menoleh dan menemukan roommate-nya meminum air putih dari botol air mineral tanpa melihatnya. Ia mengangguk kecil. “Ne, semoga mereka baik-baik saja.”
.
.
.
.
Yesung berbaring dengan gelisah di ranjangnya. Ia mengubah posisi beberapa kali. Pikirannya melayang ke arah Ryeowook, sibuk menerka apa yang terjadi padanya.

Kalau diingat-ingat, Yesung tidak merasa melakukan sesuatu yang salah. Masa’ iya Ryeowook marah karena apa yang Yesung lakukan di dapur dulu? Bukankah setelah itu mereka masih berbincang-bincang seperti biasanya? Yesung yakin perubahan Ryeowook dikarenakan telepon dari ayahnya beberapa hari kemarin. Pasti ada yang terjadi di antara ayah dan anak itu namun Ryeowook enggan menceritakan padanya.

Yesung mengubah posisi tidurnya menjadi miring menatap tembok. Apa masalahnya berat sampai Ryeowook seperti itu?

Yesung masih sibuk menerka jawaban saat mendengar pintu kamar –kamar Ryeowook juga pastinya— terbuka dan suara langkah masuk. Yesung bertahan dengan posisinya, ia heran juga Ryeowook baru masuk kamar jam segini. Biasanya kalau tidak ada jadwal, ia tidak akan tidur terlalu malam.

Kau dari mana?” tanya Yesung, masih tanpa mengubah posisi tidurnya, yang miring menghadap tembok, membelakangi orang yang baru masuk ke kamarnya itu.

Aku dari kamarku.” jawab orang yang baru datang tadi.

Kening Yesung berkerut. Sejak kapan suara Ryeowook nge-bass begini?

Buru-buru Yesung duduk dan melihat siapa yang datang ke kamarnya. Dan siapa yang dia lihat tengah menyusupkan diri di ranjang Ryeowook adalah orang lain, dia adalah Kyuhyun.

Yakk!” Yesung spontan menunjuk. “ Apa yang kau lakukan di situ?”

Aku mau tidur.” jawab Kyuhyun santai sambil menyamankan posisi tidurnya.

Siapa yang mengijinkanmu tidur di situ?” Yesung meninggalkan ranjangnya dan menghampiri Kyuhyun yang sudah berbaring di bawah selimut.

Seseorang.” Kyuhyun bersiap menutup mata.

Kau…” Yesung makin bingung. “Mana Ryeowook?”

Dia tidak mau tidur denganmu lagi.”

Yesung terbelalak. “Apa maksudmu?”

Mulai hari ini kami tukar tempat tidur.” Kyuhyun sudah memejamkan matanya.

Yak!!” Yesung berseru lagi. “Mana mau aku sekamar denganmu?”

Kau kira aku sudi?” tanya Kyuhyun balik sambil membuka mata menatap dingin hyung-nya itu sebentar kemudian dipejamkan lagi.

Yesung mendengus sebal. Ia terdiam sambil berkacak pinggang sebelum akhirnya melangkahkan kaki hendak keluar kamar.

Kalau aku jadi kau, aku akan memberinya waktu untuk sendirian sebentar.” Terdengar suara Kyuhyun saat Yesung membuka pintu.

Yesung menoleh sedikit kea rah magnae Super Junior itu. “Dia benar-benar ada masalah?”

Kyuhyun merapatkan selimutnya lalu mengubah posisi menjadi miring menghadap tembok. “Mwolla. Dia tidak cerita apa-apa padaku. Sudah, jangan cerewet! Aku mau tidur.”

Kamar menjadi hening. Yesung masih berdiri di ambang pintu yang di bukanya, menatap poster besar Ryeowook yang terpasang tepat di atas kepala Kyuhyun saat ini. Ryeowook-ah..
.
.
.
.
Yakin tidak apa-apa, Hyung, kalau aku tidur di sini?” tanya Ryewook yang duduk di tepi ranjang Sungmin sementara sang pemilik ranjang sudah berbaring di ranjang milik Kyuhyun.

Gwaenchana. Kyuhyun bisa tidur dimanapun.” jawab Sungmin polos.

Ryeowook terdiam sebentar sambil menunduk sebelum berujar, “Aku masih bisa berhadapan dengan Yesung-hyung kok.”

Sungmin tersenyum sabar. “Kalau kau bisa menghadapinya, kau tidak akan menghindarinya seperti saat mencuci piring tadi.”

Ryeowook mendongak cepat. Cukup terkejut ternyata ada yang memperhatikan apa yang terjadi tadi.

Kalian belum cukup berbakat untuk berakting.” Sungmin masih tersenyum.

Hmm~” Ryeowook mengangguk sambil menggembungkan pipinya, terlihat lucu.

Sungmin menatap dongsaeng-nya itu sebentar kemudian menyingkap selimut dan turun dari ranjang. Menghapiri Ryeowook yang masih duduk di tepi ranjangnya. Ia memeluk Ryeowook sayang.

Gwaenchana, Yesung-hyung akan mengerti.”

Ryeowook balas memeluk namja yang lebih tua darinya itu. “Aku tahu dia bisa memahaminya, Hyung. Tapi di saat yang sama aku akan menyakitinya.”

.:oOo:.

Yesung membuka mata pagi itu dan melihat tembok putih di depannya. Ia baru sadar kalau dari semalam ia sama sekali tidak mengubah posisi tidurnya. Ia menggeliat sebentar dan menoleh ke ranjang sebelah dan melihatnya sudah rapi tanpa penghuni.

Yesung turun dari ranjang sambil melemaskan tulang lehernya yang pegal karena tidur semalaman tanpa mengubah posisi. Ia sendiri juga baru bisa tidur lewat dini hari tadi gara-gara masih penasaran dengan apa yang terjadi pada Ryeowook-nya.

Begitu Yesung membuka pintu kamar, bau harum segera tercium dari dapur dengan sedikit suara bising barang-barang pecah belah yang bersentuhan menghasilkan dentingan khas di pagi hari.

Yesung tersenyum dan tanpa berlama-lama segera berjalan menuju dapur. Ia berhenti melangkah saat melihat Ryeowook sibuk mengaduk sesuatu yang tengah berasap tebal di panci ukuran sedang. Tangannya yang bebas beberapa kali dikibaskan untuk mengurangi asap yang mengeroyok wajahnya.

Tak jauh darinya Sungmin tengah menata makanan yang sudah jadi di meja makan. Kemudian terdengar Ryeowook memanggilnya. Sungmin menghampiri dongsaeng-nya itu yang sudah menyodorkan sendok sayur dengan sedikit kuah di ujungnya. Sungmin meniupnya sebentar sebelum mencicip kuah tadi. Tidak lama sampai Sungmin mengangguk sambil memberikan Ryeowook jempol tangan kirinya. Ryeowook tersenyum manis lalu kembali mengaduk sayurnya tadi.

Yesung tersenyum makin lebar. Betapa pemandangan di depannya itu begitu damai. Ia perlahan kembali menuju dapur. Tanpa suara agar Sungmin maupun Ryeowook tidak menyadarinya.

Yesung berpura-pura memasang tampang sebal begitu sampai di dapur. “Aku marah lho.”

Ryeowook dan Sungmin yang masih serius dengan sayur otomatis menoleh begitu mendengar suara di belakang telinga mereka. Khusus Ryeowook, ekspresinya langsung berubah gugup.

Kyuhyun bilang kau tidak mau tidur sekamar denganku lagi,” lanjut Yesung sambil menggeser salah satu mejanya agar ia bisa duduk. “Benarkah?”

Sungmin mengambil alih sendok sayur dari tangan Ryeowook dan memberi isyarat agar ia duduk dengan Yesung.

Aaaa…itu…” Ryeowook menggaruk tengkuknya sambil menatap Sungmin yang berpura-pura tidak peduli.

Apa aku sudah melakukan kesalahan?”

Ryeowook buru-buru menggeleng.

Lalu?” Yesung menginterogasi.

Aku hanya… Aku…” Ryeowook menghindari kontak mata dengan Yesung. “Aku…ingin mencari suasana baru.”

Suasana baru apa?” Yesung mengejar.

Ryeowook menggigit bibir bawahnya.

Kalau ada masalah, jangan kau pendam sendirian,” kata Yesung. “Kalau aku melakukan kesalahan, kau bilang saja.”

Anni, Hyung…” jawab Ryeowook cepat. “Hyung tidak salah apapun.”

Lalu apa?”

Ryeowook terdiam lagi.

Kau tidak mempercayaiku lagi?”

Justru karena aku terlalu percaya.” jawab Ryeowook lirih.

Sungmin sedikit menoleh pada dongsaeng yang berdiri di sebelahnya itu.

Ha?” Yesung tidak paham.

Ijinkan aku sendirian untuk beberapa waktu, Hyung. Bahkan melihatmu seperti ini aku sudah merasa sangat bersalah.” Ryeowook memberanikan diri menatap mata Yesung yang jelas terkejut karenanya.

Ryeowook tanpa berkata apa-apa lagi hanya bisa meninggalkan dapur dan kembali masuk ke kamar Sungmin. Yesung hanya menatap kepergian namja itu tanpa menahannya. Ia dibuat semakin kebingungan dengan kalimat terakhir yang diucapkan Ryeowook tadi.

Dia kenapa?” tanya Yesung pada Sungmin. “Apa maksudnya dia merasa bersalah padaku?”

Sungmin menghela napas sebelum berbalik menghadap Yesung.

Maaf, Hyung,” katanya. “Bukannya aku tidak mau memberitahumu, tapi aku merasa bukan hakku untuk mengatakannya. Aku juga ingin kau mengetahuinya sendiri dari bibir Ryeowook.”

Yesung terdiam.

Yang jelas, lebih baik beri dia waktu beberapa saat untuk sendirian sampai akhirnya ia siap untuk memberitahumu.” lanjut Sungmin.

Kapan?” tanya Yesung cepat. “Kapan itu akan terjadi? Bagaimana kalau dia selamanya tidak mau mengatakannya padaku.”

Sama seperti Hyung yang minta agar Ryeowook percaya pada Hyung. Tolong percaya juga padanya.” pinta Sungmin.

Kemudian tidak terdengar apa-apa lagi di dapur selain kuah sayur yang menggelak. Baik Sungmin dan Yesung tenggelam dalam pikiran masing-masing. Termasuk seorang namja, Kyuhyun, yang berdiri bersandarkan dinding tak jauh dari dapur yang tidak sengaja mendengar percakapan kedua namja tadi.
.
.
.
.
Malam itu Ryeowook tidak terlihat ikut makan malam bersama penghuni dorm lantai 11. Di meja makan hanya ada Kyuhyun, Sungmin, Yesung, Eunhyuk, dan dua anggota tambahan dari lantai 12 yakni Shindong dan Donghae, yang lagi-lagi numpang makan.

Yak! Hae, itu dagingku!!” seru Eunhyuk saat Donghae mengambil piring berisi daging milik Eunhyuk yang membuat mereka saling kejar mengelilingi dorm.

Ryeowook-ah dimana?” tanya Shindong sambil memasukkan samgyupsal ke mulutnya.

Lama tak ada jawaban sampai sungmin berinisiatif, “Dia di kamarku.”

Di kamarmu?” Shindong mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa tidak ikut makan?”

Sungmin melirik Yesung yang makan dengan malas-malasan. “Ku..kurasa dia sudah makan tadi.”

Ooohh…” Shindong tidak ambil pusing lalu kembali melahap hidangannya.

Mendadak Kyuhyun meletakkan sumpit makan dan mengambil tisu untuk melap bibirnya. Masih sambil mengunyah, ia menuju rak piring dan mengambil satu piring dan mangkuk kecil kosong. Ia kembali ke meja makan lalu mengambil nasi untuk ditaruh di mangkuk kecil tadi, sementara ia mengiisi piring dengan beberapa daun selada, kimchi dan daging.

Untuk apa, Kyu?” tanya Sungmin heran.

Ini?” tanya Kyuhyun yang dijawab dengan anggukan leher Sungmin. “Aku akan memberikannya pada seseorang.”

Sungmin menatap Kyuhyun sebentar lalu paham apa maksud namja itu. Kembali ia melirik Yesung yang kali ini sudah tidak menyentuh makanannya lagi.

Kalian lanjut saja makannya, aku sudah kenyang.” kata Kyuhyun sambil melenggang santai meninggalkan meja makan sementara duo HaeHyuk masih berkeliaran saling berebut daging di piring.
.
.
.
.
Tanpa mengetuk pintu, Kyuhyun masuk ke kamarnya di mana ada Ryeowook di dalamnya. Namja itu sedikit terlonjak saat ia datang. Kyuhyun juga tanpa sengaja melihat Ryeowook dengan cepat mengusap matanya, jelas tadi ia menangis.

Ada apa, Kyuhyunnie?” tanya Ryeowook dengan memasang senyum di wajahnya.

Kyuhyun menghela napas sebelum berjalan mendekati Ryeowook yang masih duduk manis di ranjang Sungmin.

Aku tidak suka melihat orang menyakiti tubuhnya saat ada masalah. Makan!” perintah Kyuhyun dingin sambil meletakkan piring dan mangkuk yang ia bawa.

Meskipun Ryeowook lebih tua, Kyuhyun yang sedang serius begini bukan lawan yang enteng. Jadi yang bisa ia lakukan adalah beringsut mendekati makanan tadi dan menuruti sang adik.

Gomawo.” kata Ryeowook singkat sambil menggunakan sumpitnya untuk mengambil nasi.

Kyuhyun berjalan ke kasurnya dan duduk di sana. Ia berdiam diri sambil mengawasi Ryeowook makan dan memastikan namja itu menghabiskannya. Dan makan di bawah tekanan seperti itu membuat Ryeowook tidak bisa melakukan apapun selain tetap memasukkan apa yang dibawa Kyuhyun tadi ke dalam mulutnya sekalipun ia sama sekali tidak lapar.

Kapan kau akan mengatakannya?” tanya Kyuhyun tiba-tiba.

Seketika itu pula Ryeowook berhenti mengunyah. Ia tahu kemana arah pertanyaan Kyuhyun.

Aku tidak akan memaksamu untuk segera mengatakannya,” lanjut Kyuhyun. “Tapi dengan semakin lama kau berdiam diri, Yesung-hyung juga semakin tersiksa.”

Ryeowook kembali mengunyah perlahan sambil menunduk menatap mangkuk nasinya.

Aku tidak tahu apa masalah kalian, tapi aku yakin kalian bisa mengatasinya. Lagi pula kau tidak sendirian. Kau punya aku, Sungmin-hyung, Eunhyuk-hyung, dan semuanya. Kita hadapi semuanya bersama.” tambah Kyuhyun.

Ryeowook menatap dongsaeng-nya itu dalam-dalam, matanya kembali berkaca-kaca.

Ne!!” katanya mantap. “Akan segera kulakukan.”

Kyuhyun mengangguk sementara Ryeowook kembali menghabiskan makan malamnya dengan lebih semangat.

Selain itu,” Kembali Kyuhyun berkata. “Cepat keluar dari kamar ini.”

Dan kalimat itu, sukses membuat Ryeowook tersedak.
.
.
.
.
Kau yakin?” tanya Sungmin saat Kyuhyun mengajaknya bicara empat mata di kamar mandi.

Kyuhyun hanya mengangguk sambil melipat tangannya.

Tapi bahkan kau belum bilang pada Ryeowook.” kata Sungmin.

Kyuhyun berdecak. “Aku yakin dia tidak akan mau melakukannya kalau kita tanyakan padanya.”

Tapi kan…”

Ini juga demi kebaikan mereka. Aku tidak melihat ada sesuatu yang salah dari rencana ini,” interupsi Kyuhyun. “Ryeowook itu (Kyuhyun mendapat pukulan dari Sungmin karena panggilannya yang tidak sopan pada Ryeowook ini) juga mau tidak mau harus segera mengatakannya.”

Sungmin hanya bisa mengangguk sekalipun ia masih takut Ryeowook akan marah dengan rencana yang disusun seme-nya itu.
.
.
.
.
Sungmin mengintip dari balik selimut milik Kyuhyun. Ia lihat Ryeowook sudah tidur di ranjangnya. Terdengar dengkuran halusnya yang menandakan kalau ia sudah benar-benar masuk ke alam mimpi. Perlahan Sungmin menyingkap selimut lalu turun dari ranjang. Dengan berjingkat ia keluar dari kamar. Kyuhyun ternyata sudah menunggu di luar kamar. Ia duduk bersila di lantai sambil memainkan PSP-nya.

Yakk! Kau membuatku kaget saja.” kata Sungmin dalam bisikan keras.

Kyuhyun mematikan PSP-nya. “Habisnya kau tidak cepat keluar, aku jadi bosan. Makanya main PSP saja.”

Sungmin membantu Kyuhyun berdiri. “Ryeowook baru bisa tidur. Kulihat dari tadi dia gelisah.”

Kyuhyun tidak menjawab.

Yesung-hyung mana?” tanya Sungmin.

Di kamar.” jawab Kyuhyun.
.
.
.
.
Ayolah, Hyung!” bujuk Sungmin saat Yesung menolak untuk menjalankan rencana yang sudah disusun oleh Kyuhyun.

Aku tidak mau memaksanya kalau dia memang tidak mau mengatakannya padaku,” kata Yesung. “Lagipula bukankah kau sendiri yang bilang kalau lebih baik aku bersabar padanya.”

I…iya sih, memang,” Sungmin menggaruk tengkuknya. “Tapi tadi Kyuhyun sudah bicara sedikit dengan Ryeowook dan dia bilang akan mengatakan secepatnya.”

Yesung terdiam.

Sebentar lagi juga kita harus ke Singapura untuk Super Show, Hyung. Jadwal kita akan padat. Kapan kalian punya waktu bicara?” Kyuhyun membantu Sungmin.

Yesung masih tidak menjawab.

Tidak harus bicara sekarang. Cukup Hyung tidur saja di kamarku, kalian bisa bicara besok pagi saat bangun.” tambah Sungmin.

Yesung menggeleng. “Aku hanya akan mengajaknya bicara kalau dia sudah benar-benar siap.”

Sungmin memandang Kyuhyun dengan tatapan meminta pertolongan. Mereka tidak menyangka kalau keadaannya akan rumit begini.

Kyuhyun menantang Yesung dengan tatapan evil-nya. “Baiklah kalau itu maumu, silakan saja menunggu.”

Sungmin terbelalak dengan kalimat Kyuhyun. Ini di luar rencana mereka.

Terus saja menunggunya. Siapa tahu Ryeowook-hyung malah tidak berencana memberitahumu. Silakan saja menunggu sampai mati penasaran. Yang jelas kami sudah menawarkan bantuan.” lanjut Kyuhyun lagi sambil menarik tangan Sungmin keluar kamar Yesung.

Ah, Kyu! Chamkkam…” Sungmin hanya bisa pasrah ditarik dongsaeng-nya itu.

Sepeninggal pasangan Kyuhyun dan Sungmin, Yesung terduduk di ranjangnya. Ia sebenarnya juga ingin mengikuti rencana kedua adiknya itu. Tapi ia juga masih memikirkan perasaan Ryeowook. Ia takut membuat Ryeowook tertekan jika ia melakukan hal itu.

Tapi bagaimana jika apa yang dikatakan Kyuhyun benar? Bagaimana jika Ryeowook tidak akan mengatakan apapun padanya? Bagaimana jika namja itu berniat menyimpan rahasia ini selamanya? Bagaimana nasib hubungannya dengan Ryeowook?

Yesung berdiri dan mulai berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Ia sibuk membuat kemungkinan-kemungkinan dan membayangkan resiko yang didapatnya dari setiap keputusan yang ia ambil.

Cukup lama Yesung bertahan dengan aktivitasnya itu sampai akhirnya ia berhenti dan memantapkan sebuah keputusan. Ia membalikkan badan dan melihat pintu coklat di depan matanya. Ia akan keluar dan berbicara sekali lagi dengan Kyuhyun dan Sungmin.

Ya, semua sudah diputuskan!, Yesung memantapkan hatinya.

Yesung menghampiri pintu kamarnya dan membukanya dengan mantap.

Omoo!!” Yesung terlonjak saat mendapati apa yang ada di depan pintunya. Pasangan Kyuhyun dan Sungmin berdiri dengan senyum lebar menyambutnya.

Sudah siap, Hyung?” tanya Sungmin dengan aegyo-nya.

Kalian benar-benar bisa membuatku jantungan.” Yesung mengelus dada bidangnya.

Sudah jangan banyak omong, ayo pergi!” Kyuhyun mendorong Yesung ke arah kamarnya disusul Sungmin di belakangnya.

Sampai di depan pintu kamar Kyuhyun dan Sungmin, Yesung kembali khawatir.

Yakin ini tidak apa-apa?” tanyanya.

Iya.” sahut Kyuhyun (dengan sebal) dan Sungmin (dengan ceria) bersamaan.

Yesung menggenggam knop pintu kamar itu sambil berdoa dalam hati. Perlahan ia memutarnya dan pintu terbuka. Di dalam kamar sudah remang-remang. Hal pertama yang Yesung lihat adalah tubuh yang terbalut selimut di salah satu ranjang. Tubuh itu tengah meringkuk.

Yesung menghampirinya. Begitu sampai di dekatnya, Yesung tersenyum dan berjongkok. Tubuh itu, Ryeowook, tertidur pulas. Bisa Yesung rasakan nafas halus dari hidung namja itu. Yesung menyibak rambut yang menutupi mata Ryeowook agar ia bisa lebih leluasa menatap wajah polos itu. Kemudian tangannya turun untuk mengelus pipi kurus Ryeowook.

Ppabo, kau jadi makin kurus.” Bisik Yesung masih sambil tersenyum.

Tiba-tiba Ryeowook bergerak. Ia menggeliat dan membuat Yesung panik luar biasa. Ia langsung berdiri dan lari ke arah pintu. Sialnya, Kyuhyun dan Sungmin mengunci pintu dari luar yang membuat Yesung terperangkap di kamar itu berdua dengan Ryeowook.
Reaksi Yesung agak berlebihan juga sebenarnya. Mengingat Ryeowook hanya terbangun dari tidurnya dan bukannya hendak membunuh Yesung. Yahh…kita lanjutkan saja.

Ryeowook duduk di ranjang sambil mengucek matanya, membuatnya terlihat semakin imut. Tapi justru hal itu membuat Yesung mengangkat kedua tangan dan sebelah kakinya dengan ekspresi seperti hendak ditangkap polisi dan merapatkan diri ke pintu.

Sungmin-hyung…” panggil Ryeowook.

Yesung makin merapatkan diri ke pintu. Berharap itu bisa membuatnya tidak terlihat.

Ryeowook menoleh ke ranjang seberang dan melihatnya kosong. Lalu ia menoleh ke arah pintu dan terkejut melihat sesuatu, tepatnya seseorang, berdiri dengan ekspresi dan pose aneh di sana.

Ye…Yesung-hyung??” Dan entah kenapa Ryeowook reflek menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. “Ke…kenapa kau di sini?”

A…aku…” Yesung tergagap seolah baru ketahuan melakukan kriminalitas. “Aku…hanya ingin melihatmu.”

Melihat? Apa yang kau lihat?” Ryeowook makin menutupi tubuhnya dengan selimut.

Yakk!” Yesung mulai merasa ada yang salah. “Aku tidak berbuat macam-macam.”

Lalu apa yang kau lakukan di situ dengan pose itu?” interogasi Ryeowook.

Yesung tersadar dan melihat keadaannya. Ia menurunkan tangan dan kedua kakinya lalu menggaruk kepalanya meski tidak gatal. “Aku kaget saat kau mendadak bangun tadi.”

Ryeowook sendiri juga sepertinya mulai sadar posisi mereka. Ia menurunkan selimut yang menutupi tubuh bagian atasnya lalu tertunduk malu dan kikuk.

Yesung menghampirinya dan duduk di tepi ranjang Sungmin yang digunakan Ryeowook. “Bisa kita bicara?”

Ryeowook menatap Yesung sekilas lalu menunduk lagi. Ia teringat kalimat Kyuhyun saat makan malam tadi. Mungkin memang ia harus segera bicara dengan Yesung. Ia tidak bisa terus-terusan egois menghindari Yesung agar tidak merasa bersalah.

Perlahan Ryeowook mengangguk, menjawab pertanyaan Yesung tadi. Membuat namja yang lebih tua darinya itu menghela napas lega.

Apa kau ada masalah?” Yesung dengan hati-hati memulai.

Ryeowook terdiam sebentar. “Sebenarnya aku tidak tahu ini bisa disebut masalah atau tidak. Yang jelas…”

Ryeowook berhenti dan menatap Yesung yang ternyata juga memperhatikannya lekat-lekat.

Lanjutkan.” kata Yesung lembut.

Yang jelas…” Ryeowook menghela napas. “…ini tentang kita.”

Ekspresi Yesung sedikit berubah serius.

Hyung, aku…” Ryeowook menunduk lagi. Rasanya sangat sulit mengatakan ini pada namja di hadapannya ini.

Katakan saja,” Yesung menangkap pipi kiri Ryeowook. “Kita bicara pelan-pelan.”

Mendapat perlakuan seperti ini, ditambah senyuman yang terlukis di wajah Yesung, Ryeowook semakin tidak tega mengatakannya. Tapi ia tidak punya pilihan lain, ia tidak bisa menyembunyikan hal ini selamanya.

Appa…memintaku menikah.” kata Ryeowook lirih.

Yesung terhenyak. Hal yang paling ia takutkan sejak dulu akhirnya datang.

Memang tidak sekarang, Hyung. Tapi ayah memintaku mulai memikirkannya.”

Yesung masih terdiam. Tangannya yang sedari tadi ada di pipi Ryeowook diturunkan dan ia menunduk. Dan Ryeowook menyadari perubahan ekspresi hyung yang disayanginya itu. Ia menggigit bibir bawahnya.

Karena itu, Hyung,” Suara Ryeowook bergetar. “Aku berusaha menyembunyikannya.”

Yesung perlahan menatap dongsaeng-nya yang hampir menangis itu.

Kau…” kata Yesung lemah. “…sudah memiliki seseorang…”

Tidak!!” potong Ryeowook cepat. “Tidak ada. Selain Hyung, tidak ada.”

Bahkan meskipun Ryeowook mengatakannya sungguh-sungguh, itu tidak bisa lantas mengobati apa yang Yesung rasakan saat ini.

Suasana kamar hening selama beberapa saat. Ryeowook masih menunggu Yesung mengatakan sesuatu, sedang Yesung masih menunduk menatap lantai dengan galau.

Jujur, Yesung bisa saja egois dengan meminta Ryeowook tetap menjadi miliknya dan menolak keinginan ayahnya untuk menjaga perasaannya sendiri. Karena baginya, Ryeowook sudah lebih dari segalanya. Seseorang yang benar-benar ia percaya untuk mejaga hatiya, dan ia yakin semua akan berbeda jika yang mendampinginya bukan Ryeowook.

Tapi ia tidak bisa tidak memperdulikan posisi Ryeowook. Sebagai putra tunggal di keluarganya, Ryeowook harus bisa meneruskan garis keluarganya. Ia harus menikah dengan seorang yeoja dan mendapatkan keturunan. Agar keluarganya dapat melanjutkan tradisi. Dan Yesung tidak bisa mengabaikan itu.

Lalu keheningan terpecah saat Yesung mendengar isakan kecil. Ia menoleh cepat dan mendapati Ryeowook menangis dengan kepala di antara kedua lututnya.

Ryeowook-ah…” kata Yesung lirih.

Mianhaeyo…” ucap Ryeowook di antara isaknya. “Mianhae…”

Yesung mendekat dan merengkuh tubuh yang gemetar itu. “Ssstt…gwaenchana.”

Yesung bisa merasakan Ryeowook menggeleng dalam pelukannya. “Anni…hik…Hyung angwaenchana.”

Aku tidak apa-apa.” Yesung berusaha tersenyum.

A…anni…” Ryeowook berkeras. “Aku tahu Hyung…Hyung tidak baik-baik saja.”

Yesung melepas pelukannya. Ia menangkap kedua pipi Ryeowook dengan tanggannya. Ia menghapus jejak-jejak airmata di wajah manis itu sambil tersenyum.

Ryeowookie, lihat aku.” kata Yesung.

Masih terisak, Ryeowook mengangkat wajahnya dan menatap mata kecil Yesung. Dilihatnya Yesung tersenyum.

Aku baik-baik saja, ne?” kata Yesung. “Bukankah kau bisa lihat sendiri?”

Ryeowook menggeleng. “Tidak dengan apa yang ada di dalam.”

Yesung masih tersenyum. “Selama aku masih bisa melihatmu tersenyum, yang ada di dalam diriku juga akan bahagia.”

Ryeowook hanya bisa terisak.

Jadi jangan menangis lagi. Jebal, uljima.”

Ryeowook menghapus airmatanya, mencoba menahan tangisnya.

Jika ayahmu menginginkannya, kau harus melakukannya,” tambah Yesung. “Itu kewajibanmu.”

Ryeowook kembali menangis. “Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana dengan kita?”

Yesung masih belum lelah tersenyum. “Aku? Aku akan tetap ada di sampingmu. Melindungimu, juga istrimu nanti, juga anakmu.”

Mendengar kalimat terakhir Yesung, Ryeowook semakin sedih.

Aku akan bersamamu sampai kapanpun.” Yesung memeluk Ryeowook lagi.

Ryeowook hanya bisa mencengkeram kuat kaos Yesung. Ia tahu Yesung terluka, lebih daripada dia. Ia tahu senyum itu akan berganti tangisan jika Yesung ada di lain tempat dan tidak sedang bersamanya.

Jadi kau jangan khawatir,” Yesung menepuk-nepuk punggung Ryeowook sayang. “Aku akan baik-baik saja.”

Tidak mau melukai Yesung lebih dalam, akhirnya Ryeowook mengangguk agar Yesung lega.

Jadi tolong berjanjilah padaku untuk tetap dan selalu tersenyum seperti biasa,” kata Yesung. “Kalau tidak, sama saja kau menyakitiku.”

Ryeowook melepaskan pelukan Yesung lalu mengangguk lagi. Yesung tersenyum melihatnya dan sekali lagi mengusap jejak airmata Ryeowook.

Juga…” lanjut Yesung. “Bolehkah aku minta satu hal lagi?”

Apapun,” jawab Ryeowook cepat. “Apapun maumu, Hyung, aku akan mengusahakannya. Lebih dari satu pun tak apa.”

Ijinkan aku tetap memilikimu sampai kau menemukan orang lain –yeoja— yang kau pilih.” Kali ini tidak bisa lagi membohongi perasaannya, ia tersenyum sedih setelah mengatakan permintaannya itu.

Apa maksudmu, Hyung? Tentu aku masih milikmu,” Giliran Ryeowook sekarang yang memenjarakan pipi Yesung dengan kedua tangannya. “Jadi jangan bicara macam-macam seperti perpisahan.”

Yesung terkekeh kecil. “Ne, gomawo.”

Ryeowook menatap Yesung lekat-lekat. “Mianhae…”

Berhentilah minta maaf.” Ekspresi Yesung berubah serius. Kembali ditangkapnya sebelah pipi Ryeowook sambil mendekatkan wajahnya.

Saranghae, Hyung.” Desah Ryeowook sebelum bibirnya dibungkam Yesung dalam satu ciuman.

Kali ini Ryeowook tidak berniat menolak. Ia dengan segera memeluk tubuh kekar Yesung. Menyerah tanpa perlawanan saat Yesung menidurkannya di ranjang.

Nado saranghae…” balas Yesung di sela-sela ia mengambil nafas untuk kembali melanjutkan ciumannya.

Ryeowook merenggut rambut Yesung saat namja itu menjilat bibir bawahnya, meminta persetujuan untuk pengeksplorasian lebih jauh. Dan tanpa protes Ryeowook memberikan akses untuk lidah Yesung bergerilya dalam mulutnya.

Dengan lembut dan perlahan Yesung menuntun Ryeowook ke dunia abstrak dengan saling berbagi kehangatan. Memenuhi kamar Kyuhyun dan Sungmin dengan banyak lenguh dan desah mesra dari kegiatan mereka yang sepertinya akan berlangsung sepanjang malam.

Dan dua namja yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka dari luar, Kyuhyun danSungmin, kini mulai salah tingkah saat mendengar kedua namja di dalam kamar mereka mulai melakukan hal yang lebih jauh.

Sungmin yang wajahnya masih belepotan airmata gara-gara mendengar percakapan Ryeowook dan Yesung tadi membenarkan bajunya sambil sesekali melirik Kyuhyun. Sementara yang dilirik justru menatapnya tanpa berkedip.

A…aku…ke kamar mandi sebentar.” Sungmin segera melangkahkan kakinya menjauhi Kyuhyun. Namun tangan Kyuhyun bergerak cepat dengan menahan lengan Sungmin.

Sungmin menoleh kaget. “W…wae?”

Mata Sungmin membelalak saat Kyuhyun dengan cepat menjilat airmata di pipinya.

K—Kyu!!” seru Sungmin yang langsung dibungkam oleh telapak tangan besar milik Kyuhyun.

Kau tidak mau dua orang di dalam kamar kita ketahuan kita menguping kan?!” bisik Kyuhyun menggoda di telinga Sungmin.

Sungmin bisa merasakan keringat dingin mengalir ke pelipisnya.

Let’s play a game.” Kyuhyun menyeringai lalu menggendong Sungmin ala bridal dan membawanya ke kamar Yesung dan Ryeowook.

Kyuhyun-ah, chamkkam… Andwae!!”

Dan pintu kamar pun berdebam menutup.

===END===

---------------------------------------------------------------------------------------------

Fiuuuuuhh… *usap keringat*

Kelar juga akhirnya fic YeWook perdana saya. Kekekekekekeke.. Perjuangan juga ngetiknya berhubung kopel ini jarang banget punya moment. Tapi untunglah bisa selesai

Ga bisa ngomong apa-apa dehh. Makasih untuk yang udah mampir dan baca. Ditunggu komen-komennya ya?! Gamsahamnida… Annyeoooong!!! *lambai-lambai bareng Ryeowook*

 


FF YAOI / HaeHyuk / When You Need To Forget #2 / OneShoot


Note : Typos, bahasa kacau, membingungkan, aneh, geje, dan lain sebagainya.

Disclaimer : When You Need To Forget #2 (c) Ken

Cast : Lee Donghae – Lee Hyukjae
           Kim Yesung – Kim Ryeong
           Choi Siwon
Genre : Angst/Fluff

Rating : 17+ (cari aman)

Rules (harus dibaca) : 1. Tag random, yang ga suka langsung REMOVE dan BANTING SETIR; 2. DILARANG COPAS dan BASH; 3.  WAJIB MENINGGALKAN JEJAK dalam bentuk apapun!!

Happy read :))
_________________________________________________________________________

“Tiketnya sudah siap, Hyung.” kata Ryeowook saat Donghae meneleponnya malam itu.

“Ne, gomawo..” balas Donghae sambil memasukkan beberapa potong baju ke koper besar.

“Euung…Hyung..”

“Aku akan tetap pergi,” Donghae tersenyum meski Ryeowook tidak melihatnya. “Sekuat apapun kau dan Yesung-hyung akan menahanku nanti.”

“Apakah yang seperti ini benar?” Suara Ryeowook terdengar seperti bisikan di telinga Donghae.

“Entahlah…” Donghae duduk di tepi ranjang. “Tapi yang jelas, aku sudah lelah.”

.:oOo:.

Eunhyuk berdecak resah untuk kesekian kalinya sambil mengulangi panggilan teleponnya pada Donghae.

“Lee Donghae, jebal…angkat teleponnya!” keluhnya.

Dan untuk sekian kali mesin penerima pesan yang menjawabnya.

“Yak!! Lee Donghae!” Eunhyuk meneriaki handphone-nya. “Wae geurae?”

Sementara di lain tempat, Donghae menatap diam handphone-nya yang berkali-kali bergetar. Memandangi nama Eunhyuk yang muncul di layar lalu tersenyum miris.

“Dengan begini, kau akan membenciku dan lebih mudah melupakanku nanti, Hyukkie.”

.:oOo:.

Eunhyuk meniupi telapak tangannya yang hampir beku gara-gara dinginnya musim salju. Matahari sudah hampir tenggelam saat  ia berjalan di trotoar sambil sesekali menoleh ke belakang kalau-kalau ada taksi yang bisa diberhentikan. Namun sedari tadi, tidak ada satupun taksi yang mau berhenti untuknya. Parahnya, ini bukan jalur dimana bis bisa lewat. Praktis Eunhyuk harus mengandalkan kakinya untuk berjalan.

Setelah hampir tiga hari Donghae menolak untuk menjawab panggilannya atau membalas sms, Eunhyuk memutuskan untuk mendatangi apartemen namja itu. Ia merasa harus meluruskan segalanya.

Termasuk mungkin perasaannya. Tiga hari ini, dia hampir dibuat gila karena kelakuan Donghae itu. Padahal sebelumnya, ia tidak pernah merasakan hal yang seperti ini jika tengah bertengkar dengan Sungmin-hyung nya.

“Sungmin-hyung mu?” Eunhyuk mengatai dirinya sendiri. “Dia bukan milikmu lagi, Lee Hyukjae.”

Eunhyuk kembali teringat malam itu saat ia meminta bertemu dengan Donghae di guyuran salju yang lebat. Malam itu Donghae berkata kalau Eunhyuk salah mengartikan perasaan Sungmin padanya.

Dan setelah memikirkannya, Eunhyuk menyadari bahwa mungkin kalimat Donghae benar. Sungmin memang menyayangi dan mencintainya, tapi itu mungkin karena Sungmin adalah kakaknya. Dan di belahan dunia manapun, tidak ada kakak yang tidak menyanyangi adiknya.

Eunhyuk tersenyum kecil. Bagaimana selama ini dia bisa mengabaikan Donghae untuk perasaan yang konyol seperti ini?

Donghae…

Kembali Eunhyuk teringat namja itu. Apa alasan Donghae tidak mau berhubungan lagi dengannya adalah karena malam itu?

Eunhyuk kembali menyentuh leher kirinya dimana Donghae pernah meninggalkan ‘tanda’nya di sana. Ia sedikit tersipu jika mengingatnya, tapi itu sama sekali tidak menghapus ekspresi sedih yang sejak tadi tercermin di wajahnya.

Dan lagi, perasaan macam apa ini? Perasaan ini berbeda dengan apa yang dialami sebelumnya. Kenapa rasanya ada yang hilang begini?

Eunhyuk menyentuh jantungnya yang berdetak. Rasa nyerinya pun berbeda dari sakit yang disebabkan keputusan Sungmin untuk menikahi Cho Kyuhyun. Sebenarnya ini apa?
.
.
.
.
Yesung menahan koper Donghae saat namja itu berniat mengambilnya. “Jangan seperti anak kecil, Donghae-ya.”

Donghae mendongak menatap wajah namja yang sudah dianggapnya kakak itu. “Hyung yang bilang kan kalau aku selalu seperti anak kecil. Harusnya Hyung tahu kalau aku akan selalu seperti ini.”

“Ini tidak lucu.”

“Aku juga sedang tidak melucu.”

“Ckk,” Yesung berdecak sambil menatap ke arah lain. “Kau… Apa ini tentang Lee Hyukjae?”

Donghae tersenyum dan mengambil koper dari tangan Yesung. “Kalau semua ini tentang Kim Ryeowook, sudah pasti aku kau bunuh, Hyung.”

Yesung mencengkeram kerah baju Donghae dengan tangan kirinya. “Kau tahu aku sedang tidak bercanda.”

Donghae menutup mata. “Aku tahu, Hyung.”

“Kubilang berhenti bersikap kekanakan dan hadapi masalahmu!”

“Sudah berakhir, Hyung.”

Yesung tertegun.

“Sekuat apapun aku menunjukkan padanya tentang perasaanku, dia tidak akan membuka hatinya untukku.”

Yesung melepaskan kerah baju Donghae. “Tapi itu bukan berarti kau bisa melarikan diri begini.”

“Maumu?” Ekspresi Donghae mulai menunjukkan emosi. “Aku harus tetap di sini, mengorbankan perasaanku setiap kali Eunhyuk menyebut nama Sungmin, mengatakan berulang kali bahwa Eunhyuk menyukainya? Itu maumu, Hyung?”

Yesung terdiam.

“Kalau kalian ingin aku mati, akan kulakukan!”

Yesung menghela napas.

“Kau tidak tahu rasanya, Hyung!” Donghae mencengkeram pegangan kopernya erat-erat. Berusaha mengendalikan emosinya.

“Lalu?” Yesung memutar otak untuk memilih kata yang bagus agar tidak memperkeruh suasana. “Kau sendiri yang bilang kalau Sungmin-ssi akan menikah dengan Kyuhyun-ssi.”

Donghae tidak menjawab.

“Sekarang kau mau pergi. Lalu bagaimana dengan Eunhyuk?” lanjut Yesung.

Donghae sudah membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Yesung. Namun kemudian ia seperti mengingat sesuatu dan akhirnya menunduk, menatap lantai porselen kamarnya.

“Kau akan meninggalkannya juga?”

“Dia punya keluarga.” kata Donghae.

“Tapi tidak bisa setiap saat Eunhyuk bisa pulang.”

Donghae terdiam.

“Bagaimana jika dia membutuhkan sesuatu…anni…seseorang? Seseorang yang bisa berada di sampingnya saat suasana hatinya tidak menentu.”

“Kenapa harus aku?” Donghae masih menatap lantai. “Dia bisa saja menemukan orang lain dan jatuh cinta lagi. Orang yang seperti katamu, selalu berada di sampingnya saat ia butuh.”

“Kalau menurutmu jatuh cinta bisa segampang itu, kenapa hampir 20 tahun ini kau memutuskan untuk hanya menyukai seorang Lee Hyukjae. Kau mungkin bisa saja menyukai orang lain saat masih sekolah atau kuliah. Tapi kau tidak melakukannya kan?!”

“Aku…”

“Bagaimana jika sebenarnya Eunhyuk memiliki perasaan yang sama denganmu, hanya saja belum bisa menyadarinya?”

Donghae tersenyum miris. “Tidak mungkin.”

“Tidak mungkin? Lalu telepon dari siapa yang 3 hari ini tidak mau kau terima?”
.
.
.
.
Eunhyuk merentangkan sebelah tangannya untuk menghentikan taksi untuk kesekian kali. Namun memang sepertinya semua taksi tidak mau berbaik hati padanya. Lagi-lagi taksi yang ia berhentikan sudah berpenumpang dan melaju meninggalkannya begitu saja.

“Aisshhh… Apa semua mobil di Korea sedang rusak?” Eunhyuk menghentakkan kakinya sebal. “Kenapa semua orang naik taksi sih?”

Ia menarik handphone dari saku celananya. Menatap layar ponselnya yang sepi tanpa pemberitahuan.

Ia menekan tombol yang menghubungkannya ke kontak handphone. Mencari nama Lee Donghae. Namun begitu nama itu ditemukan, ia hanya menghela napas.

“Mungkin dia tidak akan menerimanya lagi.”

Eunhyuk menatap langit yang makin gelap.
.
.
.
.
“Aku tetap akan pergi, Hyung.” Kata Donghae mantap. “Lagipula, Hangeng-hyung bilang pekerjaan di sana sangat menjanjikan.”

“Jangan bawa-bawa Hangeng-hyung sebagai tameng alasanmu yang sebenarnya untuk melarikan diri dari Lee Hyukjae!”

“Berhenti menyebut namanya!”

“Kenapa?” Yesung menantang. “Jangan membohongi perasaanmu, Donghae-ya?!”
.
.
.
.
Eunhyuk menatap ponselnya lagi yang masih memampangkan nama Donghae. Jarinya bergetar saat hendak menekan layar touchscreen-nya. Eunhyuk memejamkan matanya erat.
.
.
.
.
“Kau akan menyesal pernah melakukan ini.” kata Yesung.

“Tidak akan ada yang perlu kusesali. Semuanya akan baik-baik saja, hanya butuh waktu.”

Yesung merasa emosinya sudah naik ke kepala. “Waktu? Berapa lama waktu yang kau bilang barusan?”

Donghae tidak bisa menjawab lagi.

“Bagaimana jika waktu yang kau bilang itu lebih dari seabad? Tegakah kau menyakiti dirimu sendiri seperti itu?”

DRRRT… DRRRT…

Yesung menatap ponsel yang bergetar di tangan kanan Donghae.

“Kurasa kau akan jadi pengecut dengan tidak mengangkatnya lagi.” cemooh Yesung.

Donghae menyejajarkan layar handphone-nya dengan matanya, dan benar! Nama Eunhyuk tertulis di layar.

“Kalau memang keputusanmu seperti itu, silakan saja melarikan diri. Toh, aku di sini hanya membantumu membuat pertimbangan. Kalau semua yang kukatakan tidak bisa membuatmu bergeming, apa lagi yang bisa kulakukan?” Yesung membalikkan badan dan keluar dari kamar Donghae. “Aku tunggu di luar. Pesawatmu jam setengah delapan kan?!”

Yesung menutup pintu, meninggalkan Donghae yang masih menatap layar handphone-nya. Haruskah ia mengangkatnya? Atau seperti kata Yesung –yang sialnya harus ia akui—, ia hanya akan menjadi pengecut dengan tetap menghindari Eunhyuk seperti ini.
.
.
.
.
Eunhyuk tersenyum miris sambil memutus panggilannya pada Donghae. “Sudah jelas kan?! Dia tidak ingin mengenalmu lagi, Lee Hyukjae?!”

Sungguh, bahkan dengan Sungmin pun dia tidak pernah merasa semenyiksa ini. Namun ia juga tidak bisa seratus persen menyalahkan Donghae. Wajar jika namja itu menghindarinya. Bahkan mungkin seharusnya Donghae sudah melakukannya dari dulu.

“Lee…Hyukjae-ssi?”

Eunhyuk mendengar seseorang menyebut namanya. Buru-buru ia menghapus airmata yang menggenang di matanya, kemudian berbalik.

Seorang laki-laki duduk di dalam sebuah mobil Lamborghini mewah yang berhenti di tepi jalan. Eunhyuk merasa pernah mengenal orang itu. Namun berhubung ingatannya yang terbatas, jadilah ia hanya mengernyit karena sama sekali tidak mengingat apapun.

“Ternyata benar.” Laki-laki muda itu turun dari dalam mobilnya. “Sudah lupa aku siapa?”

Eunhyuk membungkuk sedikit saat namja itu sudah di hadapannya. “Jeongmal mianhaeyo. Ingatanku buruk.”

Namja itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya. “Kalau begitu kita berkenalan sekali lagi.”

Eunhyuk menerima jabat tangan itu.

“Choi Siwon. Rekan OSIS-mu di SMU.”

Mata kecil Eunhyuk melebar. “Ahh, ne!! Aku ingat!”

Namja bernama Choi Siwon itu tersenyum. “Kau banyak berubah.”

Eunhyuk hanya tersenyum.

“Apa yang kau lakukan di luar jam segini?”

“Aku berencana ke apartemen Donghae. Kau mengenalnya kan?!”

“Ya.” Siwon sedikit mengingat. “Dia orang yang ngotot masuk tim basket SMA.”

Eunhyuk tersenyum mengingat kejadian saat sekolah dulu. “Dan dia tidak pernah diterima sekeras apapun dia berusaha karena tingginya.”

Siwon tertawa. “Tapi kuakui permainannya bagus.”

Eunhyuk mengangguk lalu menunduk.

“Kau tidak bawa kendaraan? Kenapa tidak naik taksi?” tanya Siwon lagi.

“Itu dia,” Eunhyuk memasukkan handphone ke saku celananya lagi. “Tidak ada satupun taksi kosong dari tadi. Terpaksa aku jalan kaki.”

Siwon memutar bola matanya, terlihat berpikir. “Kalau searah, bagaimana kalau kau naik mobilku saja?!”

“Eh? Bolehkah?”
.
.
.
.
Tak ada suara dalam mobil yang dikemudikan Yesung untuk mengantar Donghae ke bandara. Baik Yesung atau Donghae sibuk dengan pikiran masing-masing. Mungkin bagi Yesung akan lebih baik dia diam dan tidak berkata apapun yang akan memancing emosi Donghae lagi.

Memang Yesung sama sekali tidak menyukai keputusan Dongahe meninggalkan Korea hanya karena perasaannya yang tidak berbalas pada Eunhyuk. Tapi ia juga sadar kalau selama ini Donghae banyak berkorban tanpa hasil.

Yesung melirik Donghae yang menunduk menatap layar handphone-nya menggelap.

“Menunggu dia meneleponmu?”

Donghae sedikit terkejut dan menatap Yesung yang sudah kembali konsentrasi ke jalan raya.

“Kau sudah mengacuhkannya. Kurasa siapapun yang mendapat perlakuan seperti itu akan menyerah pada akhirnya dan memilih melupakan orang yang mengacuhkannya itu.” sambung Yesung.

Donghae menatap menatap layar handphone-nya lagi.

“Kurasa kau benar,” Yesung kembali memancing Donghae. “Tidak akan sulit bagi Lee Hyukjae untuk jatuh cinta lagi. Dia juga tidak mungkin selamanya memikirkanmu.”

Donghae menoleh ke jendela di sebelah kanannya. “Ya, itu tidak sulit.”
.
.
.
.
“Belok kiri di pertigaan di depan.” kata Eunhyuk memberi instruksi saat mobil Siwon mendekati lampu merah.

Siwon mengikuti arah yang dimaksud Eunhyuk. “Sepertinya kau dan Donghae-ssi masih tetap berhubungan baik selepas masa SMA.”

Eunhyuk menoleh ke arah Siwon. Agak terkejut dengan kalimat namja itu barusan.
“Sebenarnya kami sudah berteman sejak kecil,” jawab Eunhyuk. “Kami selalu sekolah di tempat yang sama. Entah kebetulan atau apa.”

Siwon mengangguk-angguk mendengarkan cerita Eunhyuk sambil sesekali melirik spion dan berkonsentrasi ke jalan.

Eunhyuk menunduk menatap layar handphone-nya.

“Kenapa tidak meneleponnya untuk menjemput?” Lagi-lagi pertanyaan inosen Siwon mengejutkan Eunhyuk. Kali ini ditambah rona merah yang mendadak muncul di wajahnya. Untung Siwon tidak sedang menatapnya, jadi Eunhyuk juga tidak perlu repot untuk menutupinya.

“Sebenarnya kami sedang ada masalah.” kata Eunhyuk lirih.

Siwon tidak merespon dan memilih untuk memperhatikan Eunhyuk dari ekor matanya.

“Karena itu aku ingin bertemu dengan Donghae,” lanjut Eunhyuk. “Dia tidak menjawab telepon atau pesanku. Jadi agak susah situasinya sekarang.”

Tak ada suara untuk beberapa saat. Siwon sepertinya sedikit merasa bersalah karena bertanya yang tidak-tidak. Sedang Eunhyuk sendiri sibuk menatap handphone-nya lagi.

“Kita akan segera sampai.” ujar Siwon singkat.

Eunhyuk tersenyum. “Tidak perlu buru-buru.”
.
.
.
.
Donghae dan Yesung mendongak menatap list keberangkatan. Terlihat di sana pesawat yang akan berangkat ke Cina akan diundur setengah jam. Juga barusan ada pemberitahuan bahwa pihak bandara menerima laporan akan turun salju lebat.

“Kau ingin aku tetap di sini atau bagaimana?” Yesung menoleh pada Donghae yang masih mengamati papan list keberangkatan.

Donghae berpikir sejenak sebelum menjawab, “Hyung pulang saja sebelum salju turun.”

Yesung mengamati Donghae sejenak. “Yakin?”

Donghae mengangguk. “Lagipula Ryeowook juga sendirian di apartemenku. Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang yang datang ke apartemenku dengan maksud jahat dan Ryeowook dengan sifatnya yang polos itu mengijinkannya masuk? Bisa saja dia akan terjadi sesuatu yang buruk padanya.”

Agaknya mimik muka Yesung sedikit berubah khawatir karena pernyataan Donghae barusan. Padahal itu akal-akalan Donghae saja agar hyung-nya itu segera pulang dan dia bisa bebas sendirian dengan perasaan dan pikirannya.

“Dia juga tidak sepolos itu.” Yesung membela kekasihnya yang jauh di sana.

Donghae melipat tangannya. “Kalau aku jadi kau, Hyung. Aku akan pulang dari pada membuang tenaga menunggu pesawat dengan seseorang yang mendengarkan nasehatmu saja tidak.”

Yesung menggigit bibir bawahnya, tampak dilema.

“Yahh, aku hanya memberikan saran.” kata Donghae sambil pura-pura memeriksa kelengkapan paspornya.

“Kau yakin tidak butuh apapun dariku?” Sepertinya Yesung masuk perangkap Donghae.

Donghae hanya tersenyum dan menggeleng. “Aku akan mengirim sms sebelum masuk pesawat nanti juga setelah aku tiba di Cina.”

Yesung merapatkan jaket tebalnya. “Baiklah, aku pulang dulu.”

“Hati-hati.” pesan Donghae sambil menepuk lengan Yesung dengan paspornya.
“Telepon aku jika sudah sampai di Cina!” seru Yesung sambil berjalan mundur ke arah pintu keluar.

“Arasseo.” seru Donghae balik.

Donghae menatap punggung Yesung yang setengah berlari. Namja itu berbelok setelah pintu keluar otomatis menutup dan seketika menghilang dari pandangan Donghae.

Donghae menghela napas. Lewat kaca-kaca tinggi bandara, Donghae menatap langit kelam yang mulai menurunkan butiran salju satu demi satu. Pikirannya melayang, dan kita tahu kemana arahnya.
.
.
.
.
Eunhyuk menutup pintu mobil Siwon saat ia sudah sampai di tempat yang ia ingin tuju, apartemen Donghae.

“Terimakasih.” katanya saat Siwon membuka kaca di pintu mobil.

Siwon mengangguk sambil tersenyum. “Cepat selesaikan masalahmu dengan Donghae-ssi.”

Giliran Eunhyuk yang tersenyum.

“Aku memang tidak terlalu mengenalnya, tapi aku yakin Donghae-ssi bukan orang yang akan memperpanjang suatu masalah.” tambah Siwon.

“Semoga.” Nada Eunhyuk mengambang.

Siwon sekali lagi tersenyum. “Geurae, aku duluan.”

“Ne, sekali lagi terima kasih banyak.” Eunhyuk sedikit membungkuk.

“Yak, santai saja.” Siwon memasukkan gigi mesin mobilnya.

“Hati-hati.”

Siwon hanya membalas dengan telapak tangan membentuk chicken claw favoritnya lalu mulai menjalankan mobilnya menjauh.

Eunhyuk menghela napas sambil mengawasi mobil Siwon yang perlahan meninggalkannya. Ia mendongak saat menyadari satu demi satu salju mulai turun.

Ia tergugah dari lamunannya, lalu membalikkan badan dan menapaki satu per satu tangga depan bangunan tinggi menjulang dimana salah satu ruangannya adalah milik Donghae.

Dua namja yang bekerja di sana membungkuk saat Eunhyuk memasuki bangunan. Dari sana Eunhyuk memantapkan langkah ke arah  lift. Ia menunggu lift turun ke lantai satu dengan sabar sambil memperhatikan penunjuk angka yang menunjukkan bahwa lift masih sampai di lantai belasan.

“Eunhyuk-ah?”

Sekali lagi terdengar suara dari belakang telinga Eunhyuk yang mebuatnya menoleh. Seorang namja dengan jaket tebal warna coklat hampir menyentuh betis datang mendatangnya. Eunhyuk familiar sekali dengan namja ini.

“Yesung-hyung?”

“Kau…” Yesung, namja yang memanggil Eunhyuk tadi, tidak bisa meneruskan kalimatnya.

“Aku ingin bertemu Donghae.”

Mata sipit Yesung melebar.

“Aku telepon dan sms dia beberapa hari ini tapi tidak direspon. Jadi aku memutuskan ke sini saja.” Eunhyuk tersenyum.

Yesung benar-benar tidak tahu bagaimana harus menyampaikan apa yang terjadi saat ini.

“Apa dia menceritakan sesuatu padamu, Hyung?” Eunhyuk menyelidik. “Apa dia marah padaku?”

Yesung menatap Eunhyuk serius.

“Ada apa, Hyung? Tidak terjadi sesuatu pada Donghae kan?!” Melihat ekspresi yang tergambar di wajah Yesung, Eunhyuk jadi khawatir.

“Eunhyuk-ah, dengarkan aku baik-baik,” Yesung memulai. “Donghae akan ke Cina. Dia naik pesawat yang berangkat malam ini. Aku tidak tahu tepatnya jam berapa, tapi kalau dari pemberitahuan terakhir dari pihak bandara yang kudengar, harusnya sekitar setengah jagiam .”

Eunhyuk terhenyak.

 “Kurasa tidak ada cukup waktu untuk ke bandara. Tapi…Eunhyuk-ah!!” Yesung berseru saat dengan cepat Eunhyuk berlari melewatinya menuju pintu keluar. Ia hendak mengikuti saat ponsel di sakunya bergetar. Yesung mengambilnya dan melihat layar ponselnya dimana tertera nama Ryeowook.

Eunhyuk kembali turun ke jalan. Dengan panik ia berlari menyusuri trotoar. Donghae-ah!!
.
.
.
.
Donghae menoleh saat merasa ada yang memanggilnya dan sangat mirip dengan suara Eunhyuk. Namun tak ada sosok yang ia cari ke arah manapun Donghae menoleh.

Ia tersenyum. “Kau menyihirku sampai separah ini, Lee Hyukjae.”

“Pesawat dengan nomor penerbangan XXXXX-0598 dengan tujuan keberangkatan ke Cina akan lepas landas pada pukul 20.58. Harap kepada calon penumpang untuk mempersiapkan diri dan masuk lewat gate A.”

(A/N : Saya ga tau itu cara penyampaian informasi di bandara kaya’ gimana, jadi saya nulisnya asal aja. Hehe..)

Donghae mendengarkan pengumuman dengan seksama sebelum mengambil handphone-nya untuk mengirim pesan pada Yesung. Namun baru akan digunakan mendadak layar handphone-nya menggelap.

“Yak!” kata Donghae pada handphone-nya. “Bagaimana kau bisa habis baterai mendadak begini?”

Sambil berdecak Donghae mengembalikan handphone ke saku mantelnya lalu mulai menarik kopernya.
.
.
.
.
Eunhyuk berhenti di pinggir jalan untuk mengatur napas. Ia kehabisan tenaga untuk berlari sedangkan jarak bandara masih jauh. Ia menoleh ke belakang. Setelah tadi tidak ada taksi yang mau berhenti untuknya, kali ini justru sama sekali tidak ada taksi yang lewat.

Masih dengan terengah dan mata yang kabur oleh airmata yang siap mengalir, Eunhyuk berseru, “Tuhan, setelah aku tahu siapa yang BENAR-BENAR kusukai, tidak bisakah aku menunjukkan perasaanku padanya?”

“Tidak akan bisa jika kau hanya berteriak seperti itu tanpa usaha.”

Eunhyuk terkejut mendengarnya dan menoleh untuk melihat Yesung dan Ryeowook ada di dalam mobil yang merapat ke tepi jalan.

“Eunhyuk-hyung, ppali!!” seru Ryeoowok membuka pintu.

Eunhyuk tersenyum lega dan bergegas masuk ke dalam mobil Yesung.
.
.
.
.
Donghae mengantri masuk ke gate tempat dia akan naik pesawat sambil memperhatikan handphone-nya yang mati mendadak tadi. Ia yakin sudah men-charge penuh sebelum Yesung datang menjemputnya ke apartemen.

“Apa iya baterainya rusak?” Donghae membolak-balik handphone di tangannya. “Aku beli belum ada setengah tahun.”
.
.
.
.
“Lebih cepat, Hyung!” perintah Ryeowook pada Yesung yang baru memasukkan gigi mobil.

“Yakk!” Yesung membelokkan mobil di tikungan. “Aku juga tidak mau makan resiko mencelakakan keselamatan kita dengan menambah speed hingga maksimal. Ini sudah di luar batas aku biasanya menyetir.”

“Tapi kalau tidak cepat, pesawat Donghae-hyungie bisa lepas landas duluan.”

Yesung berdecak lalu menambah kecepatan mobilnya.
.
.
.
.
Empat giliran Donghae sebelum petugas bandara mengecek paspor Donghae.
Entah kenapa dia jadi sering menoleh ke belakang. Berharap Eunhyuk datang? Yahh, mungkin beberapa persen dari bagian hatinya menginginkan namja itu mendadak datang dan melarangnya pergi.

Donghae tersenyum. Akan sangat menggelikan kalau hal itu terjadi. Bahkan Donghae tidak memberitahunya kalau ia akan terbang ke Cina, rencana ke Cina saja Eunhyuk tidak tahu.

Tiga giliran sebelum petugas bandara mengecek paspor Donghae.

Donghae mencengkeram erat handphone yang ada di tangan kirinya. Kenapa rasa menyesal mendadak muncul di hatinya? Apa yang dilakukannya pada Eunhyuk malam itu, sikapnya yang mengacuhkan telepon maupun sms darinya, pergi tanpa pamit seperti ini.

Namun harus bagaimana lagi? Kau tahu kan bagaimana menyiksanya bertahan di samping seseorang yang kau sukai tanpa bisa memilikinya? Kau tahu kan bagaimana sakitnya jika orang yang kau suka mengatakan ia menyukai orang lain padamu padahal ia jelas-jelas tahu bahwa kau menyukainya? Kau tahu kan?!

Lantas dengan sakit yang bertumpuk itu, masih bisakah Donghae bertahan tentang Eunhyuk?

Dua giliran lagi sebelum petugas bandara memeriksa paspor Donghae.
.
.
.
.
Satu belokan terakhir dan bandara akan segera terlihat.

“Ryeowook-ah, coba telepon Donghae!” kata Yesung.

“Ne.” Ryeowook mengeluarkan ponselnya dan mengikuti instruksi Yesung.

Yesung mulai memperlambat laju mobilnya saat memasuki parking lot di depan bandara. Makin pelan saat ia menemukan sela untuk mobilnya di antara dua pick-up.

“Handphone Donghae-hyung tidak aktif.” lapor Ryeowook sambil mengulangi panggilannya.

“Aissshh…” keluh Yesung sambil masih berusaha memarkirkan mobilnya.

“Aku turun di sini saja, Hyung!” Eunhyuk melepas safety belt-nya dan bergegas membuka pintu.

“Yak, yak!! Eunhyuk-ah!!” panggil Yesung saat Eunhyuk sudah berlari keluar menjauhi mobilnya.
.
.
.
.
“Lee Donghae-ssi?” Seorang petugas membuka paspor Donghae dan memeriksa kebenaran isinya.

“Nde..” jawab Donghae singkat.

Petugas itu membalik beberapa lembar pasporDonghae sebelum akhirnya mengangguk dan mengembalikan paspor itu dengan tersenyum. “Semoga perjalanan Anda menyenangkan.”

Petugas itu sedikit membungkuk sebelum member jalan pada Donghae untuk lewat. Donghae membalasnya kemudian menyeret kopernya.
.
.
.
.
Eunhyuk memasuki bandara dengan membuka pintu kaca otomatis dengan tidak sabar. Ia berhenti sebentar sambil menengok ke arah kiri dan kanan. Ia berlari saat menemukan dimana list penerbangan.

Mata kecilnya melebar saat tahu pesawat ke Cina akan berangkat kurang dari sepuluh menit lagi. Ia berlari lagi ke arah bagian informasi. Seorang petugas wanita berdiri dari duduknya saat Eunhyuk mendatanginya.

“Ada yang bisa kami bantu?” sapanya sambil tersenyum.

“Pesawat ke Cina,” Eunhyuk mengatur napas. “Lewat gate mana?”

Petugas itu mengecek di komputer. “Pesawat ke Cina bisa lewat gate A.”

“Gamsahamnida.” Tak perlu menunggu lama, Eunhyuk kembali berlari menuju gate yang barusan ditunjukkan oleh petugas bandara.

Ia sempat kebingungan menemukan gate yang dituju sampai akhirnya ia mendengar seseorang bertanya pada petugas keamanan yang sedang berpatroli.

“Permisi, gate A ada di sebelah mana?” tanya orang itu dan Eunhyuk memperhatikan dengan seksama.

“Dari sini Anda lurus saja. Gate 4 ada di paling ujung.” Petugas keamanan itu menunjukkan dengan gerakan tangannya.

Begitu mengetahui posisi gate A, Eunhyuk bergegas menuju ke sana. Jebal…tunggu sebentar!

Barisan calon penumpang menipis saat Eunhyuk sampai di depan gate A. Ia meneliti satu per satu penumpang untuk menemukan Donghae yang barang kali masih ada di barisan. Namun Eunhyuk tak menemukannya. Jadi ia berjingkat di belakang antrian untuk mencari Donghae di dalam lorong gate yang mungkin saja masih belum jauh.

Nihil. Bahkan punggung Donghae tidak bisa ia temukan.

Begitu barisan calon penumpang habis, Eunhyuk mendekati petugas di pintu gate. “Bolehkah saya masuk sebentar?”

“Apakah Anda memiliki paspor untuk penerbangan ini?” tanya salah satu petugas.

“A—anni. Saya hanya ingin menemui seseorang, sebentar.”

“Maaf, Tuan. Tapi hanya penumpang yang boleh masuk ke dalam.”kata salah satu petugas.

“Tolonglah, sebentar saja. Lima menit, bukan…tiga menit saja.” Eunhyuk mengiba. Ia berusaha menerjang, namun dua petugas laki-laki itu memiliki badan yang lebih besar dari badannya sehingga langkahnya terhenti.

“Maaf, tapi ini sudah kebijakan dari perusahaan kami.”

“Eunhyuk-hyung!!” Ryeowook datang dengan berlari disusul Yesung di belakangnya.

“Donghae-ah eopseo!” kata Eunhyuk panik pada mereka berdua.

Ryeowook berpaling dari Eunhyuk ke arah dua petugas di depannya. “Boleh saya minta waktu sebentar?”

Ryeowook diiringi salah seorang petugas menuju sisi lain. Yesung buru-buru mendatangi Eunhyuk untk menenangkan namja itu. Sementara waktu makin merapat ke menit 58 lepas dari jam 8 malam.

Tidak sampai lima menit kemudian, Ryeowook kembali ke arah mereka.

Petugas yang berbicara dengan Ryeowook tadi menghela napas sejenak sebelum menatap Eunhyuk mantap. “Kami hanya bisa memberi waktu sepuluh menit. Dan Anda tetap tidak diijinkan masuk ke dalam pesawat.”

Mata Eunhyuk melebar tak percaya. Buru-buru ia mengangguk.

“Kka!” Ryeowook menepuk pundak Eunhyuk.

Sekali lagi Eunhyuk mengangguk sebelum berlari ke arah  lorong, menyusul Donghae.

“Aku bahkan lupa kau anak kepala bagian penerbangan.” kata Yesung tanpa melepaskan pandangan dari Eunhyuk yang makin jauh berlari.

“Kau memang tidak peka, Hyung.” kata Ryeowook sambil tersenyum.
.
.
.
.
Nafas berat Eunhyuk terdengar di lorong bergema itu. Dan sampai sini ia masih belum menemukan Donghae. Di depan ada belokan terakhir. Kalau sampai sana Eunhyuk masih belom menemukan Donghae, maka tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.

Eunhyuk hampir sampai di ujung lorong dan masih belum menemukan Donghae. Laju kakinya makin melambat. Semakin lambat sampai akhirnya ia berhenti saat matanya melihat landasan pesawat tak jauh darinya.

 “Donghae-ah…” panggilnya lirih.

Eunhyuk berjongkok. Dibiarkan matanya basah hingga membentuk butiran-butiran airmata yang siap jatuh. Ia menutup wajahnya dengan sebelah tangannya.

Pupus sudah. Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata maaf saja Eunhyuk tak bisa. Degupan nyeri di dadanya datang lagi. Namja itu merenggut erat baju bagian dadanya. 

“Donghae-ah…” katanya lagi sambil menggertakkan gigi.

Eunhyuk mencengkeram poninya. Airmatanya turun deras sekalipun ia tidak terisak. Hati kecilnya mengutuk diri sendiri atas tingkah bodohnya selama ini dan membiarkan Donghae pergi begitu saja.

Tapi bagaimana bisa Donghae pergi tanpa mengatakan apapun padanya? Apa sakit yang diderita Donghae sudah sedemikian parahnya hingga mengenal Eunhyuk saja ia sudah tidak mau lagi?

“Pulanglah.”

Demi nama Ddangkoma, Eunhyuk yakin itu suara yang amat sangat sering ia dengar. Suara yang tiga hari ini absen memenuhi rongga di telinganya.

Eunhyuk mengangkat kepalanya dan menemukan namja yang ia cari berdiri di depannya. Menunduk menatap wajahnya yang Eunhyuk sendiri yakin pasti sekarang sudah basah oleh air mata.

“Kau tidak seharusnya di sini.” kata namja itu dengan raut muka datar.

Eunhyuk berdiri dari jongkoknya. “Ada yang harus kukatakan.”

“Kalau itu hanya untuk menjelaskan tentang perasaanmu pada Sungmin-hyung dan menolakku, lupakan. Aku tidak mau mendengarnya.”

“Tidak! Donghae-ah…dengar!” Eunhyuk memohon.

Namja itu, Donghae, tidak mengubah ekspresinya dan hanya menatap Eunhyuk dalam diam.

“Aku…” Eunhyuk memulai. “Kurasa kau benar.”

Donghae masih tidak menjawab.

“Sungmin-hyung, mungkin aku memang salah mengartikan perhatiannya padaku.”

Begitu mendengar nama itu, Donghae menghela napas.

“Aku baru menyadarinya saat tiga hari ini kau tidak membalas pesan maupun teleponku.”

“Jadi kau tidak akan menyadarinya jika aku tetap bersikap seperti biasa? Tetap menemanimu, mendengarkan keluhanmu tentang Sungmin-hyung? Kau tidak bisa menyadarinya sendiri kan kalau aku tetap melakukan hal itu?” Ada nada emosi di setiap kata yang diucapkan Donghae.

Kali ini Eunhyuk yang terdiam.

“Aku memang tidak ada artinya bagimu selain tempat sampah yang bisa menampung 
semua hal tentang Sungmin-hyung mu itu.” Donghae masih menatap Eunhyuk.

Eunhyuk terkejut mendengarnya, ia sudah membuka mulutnya untuk menjawab namun Donghae menginterupsinya.

“Kau tahu aku menyukaimu, jelas-jelas kau mengetahuinya, tapi tidak sedikitpun kau melihat, peduli. Kau selalu mengabaikannya.”

“Dengarkan aku, Hae…”

“Apa? Kau ingin bilang kalau sekarang kau menyukaiku?”

Eunhyuk menggigit bibir bawahnya. Bagaimana mengatakan yang sebenarnya?

“Apa aku terlihat sebegininya menyedihkan di matamu?” Kali ini Donghae tersenyum pahit.

Dan ekspresi itu jauh lebih menyakiti hati Eunhyuk.

“Aku ingin pergi, menjauhimu, meninggalkanmu,” kata Donghae. “Namun dirimu, bahkan suaramu, seakan muncul di sekitarku dan menghalangiku. Aku sudah sakit sedemikian parah.”

Mata Eunhyuk basah lagi.

“Kau yang menyebabkan semua ini, Lee Hyukjae.”

Eunhyuk menunduk lagi. Ia merasa makin bersalah.

“Tapi aku juga tidak punya hak untuk memaksamu menjadi milikku kan?! Perasaanmu, hatimu, sepenuhnya milikmu.”

Sejenak, beberapa detik di kesunyian.

“Apa aku sudah sangat menyakitimu?” Akhirnya Eunhyuk bersuara.

Donghae tidak menjawab.

“Apa aku sudah sangat keterlaluan?” Eunhyuk mengangkat mukanya, menatap Donghae. Matanya sudah luar biasa basah.

Ingin sekali Donghae menghapus airmata itu. Tapi ia bertahan di tempatnya berdiri.

“Dan yang kurasakan sekarang adalah balasan karena membuatmu tersiksa?” Eunhyuk menghapus kasar airmatanya.

Donghae berusaha memahami kalimat Eunhyuk.

“Kurasa apa yang akan kukatakan sekarang hanya terdengar seperti lelucon, tapi bisakah kau mendengarnya?” pinta Eunhyuk.

Donghae hanya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

“Kurasa ini karma karena mengacuhkanmu selama ini, dan aku memang pantas mendapatkannya,” aku Eunhyuk. “Tiga hari ini, saat kau menolak semua pesan dan teleponku, aku merasa seperti gila. Aku bahkan tidak pernah merasakan hal ini jika Sungmin-hyung melakukan hal yang sama. Tapi begitu kau……”

Kalimat Eunhyuk terhenti. Ia merasa tenggorokannya tercekat.

Donghae masih menunggu Eunhyuk bicara.

“Aku mungkin konyol. Dan terlihat gampangan,” Eunhyuk tersenyum perih sambil sekali lagi mencengkeram poninya. “Tapi…aku menyukaimu.”

Donghae bisa merasakan detak jantungnya yang mendadak bekerja ekstra. Namun otaknya sama sekali tidak memberi perintah untuk mengubah ekspresinya.

Eunhyuk kembali menggigit bibirnya saat Donghae tidak merespon kalimatnya barusan. Mati-matian ia menahan agar airmatanya tidak tumpah.

“Lalu apa yang kau inginkan?” tanya Donghae dingin.

Eunhyuk menatap mata Donghae. “Cukup kau mendengarnya sebelum pergi.”

“Tentu, aku akan tetap pergi.” balas Donghae.

Sejenak kembali hening.

“Bolehkah aku memastikan satu hal sebelum kau pergi?” tanya Eunhyuk hati-hati.

“Geurae.” jawab Donghae cepat.

“Perasaanmu…masih bolehkah aku memilikinya?”

Sungguh, semua urat syaraf di wajah Donghae hari ini menolak instruksi dari otak. Bahkan dengan pertanyaan yang tidak pernah Donghae sangka akan keluar dari mulut Eunhyuk itu tidak mampu membuat wkspresinya berubah.

“Aku juga akan melakukan hal yang sama padamu,” tambah Eunhyuk. “Perasaanmu adalah milikmu, aku tidak berhak untuk menyuruhmu tetap menyukaiku.”

Masih tetap tak ada balasan dari Donghae. Namja itu hanya menatap tajam tepat ke bola mata Eunhyuk. Membuat namja yang lebih tua darinya beberapa bulan itu kembali menunduk, tak sanggup menghadapi tusukan pedang tak kentara dari mata Donghae yang biasanya selalu meneduhkannya itu.

“Katakan sesuatu, Hae.” pinta  Eunhyuk lirih.

“Mengatakan apa?”

“Jawaban…”

“Kau sudah tahu jawabannya.” potong Donghae.

Eunhyuk terkejut. Ia menengadah dan melihat Donghae dengan tanpa mengubah ekspresinya sudah berada dalam jarak yang cukup dekat dengannya. Dan tanpa komando Donghae menekan bibir Eunhyuk. Donghae bahkan tidak memberi kesempatan untuk Eunhyuk merespon kalimatnya yang terakhir.

Donghae meraih tengkuk Eunhyuk untuk memperdalam aktivitasnya. Eunhyuk sendiri hanya bisa memejamkan rapat kedua matanya. Memilih menerima sentuhan Donghae yang perlahan menghangatkan hatinya.

“Apa aku masih bisa memiliki hatimu?” tanya Eunhyuk lagi dengan muka semerah tomat saat ia berhasil menjauhkan bibir Donghae dari bibirnya.

Namun Donghae hanya menatap dalam mata Eunhyuk sebelum mengulangi sekali lagi ciumannya. Cukup lama sebelum ia menyerah karena oksigen mulai meninggalkan paru-parunya.

“Aku bisa ketinggalan pesawatku.” kata Donghae.

Mata Eunhyuk melebar. “Kau tetap pergi?”

“Seperti yang kukatakan tadi, aku akan tetap pergi. Aku tidak bisa menyia-nyiakan peluang ini. Lagipula Hangeng-hyung sudah berusaha keras untukku juga.”

“Berapa…lama?” tanya Eunhyuk lirih.

Donghae memperhatikan wajah Eunhyuk yang kembali sendu. Ia mendadak tersenyum jahil. “Cukup lama untuk membuatmu benar-benar meyadari bahwa kau benar-benar menyukaiku.”

“Hae…”

Donghae mengecup singkat bibir Eunhyuk. “Aku akan segera kembali setelah semua beres. Asal kau berjanji satu hal.”

Eunhyuk hanya diam menatap wajah Donghae yang kembali serius.

“Jangan pernah lagi mengoyak perasaanku.”

Eunhyuk tercekat. Ia buru-buru memeluk erat Donghae sekuat yang ia bisa. “Aku berjanji.”

Donghae tersenyum dan mengelus puncak kepala Eunhyuk sambil berbisik, “Malam yang waktu juga itu belum selesai lho.”

Eunhyuk terbelalak dan buru-buru melepaskan pelukannya. “Mu—musun soriya?”

Donghae terkekeh sambil mengelus pipi kiri Eunhyuk. “Gomawo…”

Eunhyuk mengangkat wajahnya yang kembali memerah.

“Gomawo telah mengejarku kemari.” lanjut Donghae sambil tersenyum. Senyum yang amat sangat Eunhyuk rindukan tiga hari ini.

“Tolong kembalilah dengan selamat.”

Donghae mengangguk. “Pasti.”

“Kka.” Eunhyuk menurunkan tangan Donghae dari pipinya. “Pesawatnya tidak akan berangkat kalau kamu belum naik.”

“Kau rela melepasku?” tanya Donghae jahil.

“Mana mungkin!” Eunhyuk mengerucutkan bibirnya. “Tapi kalau ini tentang pekerjaanmu, aku tidak mungkin tidak mendukungnya kan?!”

Donghae tersenyum lagi. “Sekali lagi terimakasih dan tunggu aku.”

“Ne.” jawab Eunhyuk singkat saat Donghae meraih kopernya.

Donghae menghadiahkan ciuman terakhir di kening Eunhyuk sebelum menyeret kopernya menjauhi namja itu. Eunhyuk mengikuti Donghae sampai beberapa langkah sebelum berhenti dan memilih untuk menatap punggung kekasihnya itu menjauh.

Kekasih?

“Ya! Dia kekasihku!” ujar Eunhyuk mantap pada dirinya.

Donghae membalikkan badan di kejauhan dan melambai pada Eunhyuk sebelum naik ke pesawat. Eunhyuk balas melambai dan melihat namja itu menaiki tangga menuju pintu  masuk pesawat sampai sosoknya menghilang.

“Kembalilah segera, Lee Donghae.”

===END===
___________________________________________________________________________
Hoaaaaaaaaaaaaaaaa…

Akhirnya kelar juga ini cerita. Kamsia kamsia buat semua yang udah nagih-nagih sehingga saya tercambuk untuk ngetik meski males ampun-ampunan *digampar*.

Berhubung saya ga begitu suka yang bener-bener hepi ending, jadi ya saya bikin kaya’ gini aja akhir ceritanyaa. Toh si Eunhyuk akhirnya bisa jadian sama Donghae-nya kan?! Muhohohohohoh…

Special thank’s buat Mia yang udah mau digangguin lewat bbm cuma buat nanyain seluk-beluk bandara *nasib author yang ga pernah naek pesawat*.

Well, makasih untuk yang udah nyempetin baca atau sekedar mampir. Sekian dan terimakasih… *lambai-lambai sama seluruh cast “When You Need to Forget”* :)